Sabtu, 20 Maret 2010

Mitos Tentang Masturbasi

Saya mahasiswa 22 tahun, ingin menanyakan beberapa hal tentang aktivitas seksual yang sehat. Teman satu kos saya sering kali melakukan masturbasi, hampir setiap hari.

Saya benar-benar tidak mengerti apakah tindakannya ini sehat atau tidak. Menurut dia, malahan menambah semangat dan menghilangkan stres dan tidak memiliki efek samping. Apakah benar demikian?

Apakah melakukan masturbasi setiap hari dapat mengganggu alat kelamin di kemudian hari dan menyebabkan ejakulasi dini, seperti rumor yang ada di masyarakat?

Jika di kemudian hari menikah, apakah tidak berpengaruh terhadap kehidupan seksual? Apakah mungkin ada frekuensinya dalam sehari, misalnya 2 kali sehari atau seminggu sekali atau sebulan sekali?

Menurut teman saya yang lainnya, masturbasi dapat menyebabkan sakit tulang belakang, sakit pada tempurung kaki, dan di daerah sekitar tempurung kaki terlihat seperti peyot atau kulit tempurung masuk ke dalam tulang, seperti orang kurang gizi, padahal keadaannya sehat. Benarkah?

Apakah masturbasi dapat mengurangi kemampuan otak dalam berpikir dan terkesan lebih lambat?"

E, Jakarta

Aktivitas wajar
Mitos tentang masturbasi memang masih banyak beredar luas di masyarakat, sama seperti mitos tentang seks yang lainnya. Beberapa mitos dapat menimbulkan akibat buruk bagi sebagian orang karena memengaruhi perilakunya. Tidak sedikit korban yang mengalami akibat serius hanya karena informasi yang salah berdasarkan mitos tentang seks.

Masturbasi merupakan aktivitas seksual yang umum dilakukan, bahkan sudah dilakukan pada masa anak-anak. Dalam perkembangan psikoseksual anak, salah satu fasenya adalah fase genital.

Pada fase ini, anak mulai menyadari bahwa kelaminnya merupakan bagian yang menyenangkan. Karena itu, anak, baik laki-laki maupun perempuan, senang memegang kelaminnya. Bahkan, sebagian anak dapat mencapai orgasme pada saat itu.

Perhatian terhadap kelamin semakin besar ketika manusia memasuki masa remaja. Karena itu, pada masa ini masturbasi kemudian merupakan aktivitas seksual yang umum dilakukan.

Sebagian orang yang telah menikah pun masih melakukan masturbasi karena alasan dan untuk tujuan tertentu. Lebih jauh, masturbasi bagi sebagian orang justru diperlukan sebagai bagian dari cara mengatasi gangguan fungsi seksual.

Sebagai contoh, wanita yang mengalami hambatan orgasme oleh penyebab tertentu memerlukan latihan masturbasi sebagai bagian cara mengatasinya. Namun, bagi pria, masturbasi yang dilakukan tergesa-gesa agar cepat mencapai orgasme dan ejakulasi dikhawatirkan dapat menjadi kebiasaan sehingga mengakibatkan ejakulasi dini. Kekhawatiran ini tampaknya cukup beralasan.

Informasi abad ke-18
Tidak ada akibat buruk apa pun karena melakukan masturbasi, termasuk informasi yang Anda dengar dari teman itu. Pada abad ke-18 memang pernah beredar buku yang menyatakan bahwa masturbasi dapat menimbulkan berbagai akibat buruk secara fisik, tetapi kemudian terbukti anggapan itu tidak benar karena hanya berdasarkan mitos belaka.

Sayangnya, sampai sekarang masih ada orang yang memberikan informasi berdasarkan mitos, seperti yang Anda dengar itu. Bahkan, tidak sedikit orang yang dianggap mengerti, acap kali terpengaruh oleh mitos tentang seks. @

Konsultasi Dijawab Prof Dr dr Wimpie Pangkahila Sp.And
Read More...

Junk Food Picu Gangguan Mental Anak

Para orang tua sebaiknya memperhatikan asupan makanan bagi buah hati. Makanan sampah (junk food) yang miskin nilai gizi menyebabkan anak cenderung berperilaku nakal, hiperaktif, dan sulit berkonsentrasi.

Penelitian yang dilakukan Central Queensland University Australia menemukan, anak-anak yang sering makan makanan berlemak dan mengandung gula tinggi seperti junk food cenderung mengalami gangguan kesehatan fisik dan psikologis.

Penelitian juga mengungkap, anak-anak dengan pola makan tidak sehat cenderung memiliki performa yang tidak bagus di sekolah. Mayoritas memiliki hasil tes buruk.

Peneliti Dr Karena Burke mengatakan, gangguan spesifik akibat junk food adalah depresi dan hiperaktif pada anak. "Ada bukti penting bahwa diet anak mempengaruhi kesehatan mental mereka," ujarnya.

Selain berpengaruh pada kesehatan mental, asupan makanan yang tidak sehat juga memicu obesitas. Sebab, makanan sekarang banyak yang mengalami proses pengolahan dengan tambahan bahan makanan kalori tinggi seperti garam, gula dan lemak. "Pada tingkat tertentu, akan membahayakan kehidupan anak," katanya.

Burke menyarankan para orangtua untuk memperbanyak asupan makanan non-olahan seperti buah dan sayur segar untuk hidangan anak-anak. Tentunya, dengan diimbangi aktivitas fisik yang menyehatkan seperti olahraga.

"Kita bisa makan makanan sehat, tapi orang yang tidak berolahraga memiliki faktor risiko karena kurang gerak," ucapnya. "Poin penting adalah orangtua menjadi contoh yang baik bagi anak-anak. Jika orangtua tidak bisa hidup sehat jangan mengharapkan hal sebaliknya terjadi pada anak."
Read More...